Selasa, 12 Juni 2012

Sistem Perkawinan Masyrakat Baduy


Dari hasil observasi yang kami lakukan pada tanggal 22 Maret 2011, yang bertempat di dua lokasi yaitu Kampung Balimbing yang lebih dikenal dengan Baduy Luar dan Baduy Dalam di kampong Cibeo, kami mendapatkan beberapa informasi mengenai Sistem Perkawinan, Kekeluargaan dan Sistem Waris. Semua sistem yang berada di desa tersebut berdasarkan pada “pikukuh” sebuah aturan yang sudah digariskan oleh leluhur masyarakat Baduy.  “pikukuh” merupakan prinsip masyarakat Baduy dalam menjalankan segala segi kehidupannya. Aturan tersebut mengatur mana yang boleh dan tidak boleh, peraturan ini juga syarat akan penangalan penangaln suatu kegiatan dalam hitungan bulan tertentu, termasuk aturan penyelenggaraan perkawinan yaitu pada bulan kalima, kanem dan katuju.
Pada dasarnya sistem pemilihan jodoh sebenarnya merupakan wewenang para orang tua, dalam artian pasangan yang menikah di Baduy berdasarkan sistem penjodohan, tetapi menurut pak Sarpin sistem ini sudah mulai luntur, kebanyakan para calon pengantin memilih sendiri pasangannya. Perkawinan di Baduy menganut sistem Endogami, yakni perkawinan yang hanya diperkenankan berlangsung dalam satu lingkup sistem social, walaupun ada pengecualian harus melalui upacara pengesahan adat. Masyarakat Baduy tidak mengenal perceraian dan poligami, mereka hanya diperbolehkan menikah kembali jika pasangannya meninggal.
a.      Tata cara perkawinan di Baduy
Diawali dengan pemilihan calon oleh orang tua kedua belah pihak, lalu orang tua laki-laki akan bersilaturahmi ke pihak calon perempuan, pada proses ini masing masing pihak akan saling memperkenalkan keluarga dan calonnya. Setelah tahap pengenalan dilakukan maka beranjut ke tahap berikutnya.

Tahap pengenalan jodoh atau “bobogohan.” Pengetahuan tentang pasangannya merupakan hal yang termasuk penting dalam proses menuju perkawinan. Bobogohan dilakukan oleh calon pengantin. Biasanya pada malam hari calon pengantin pria berkunjung ke calon perempuannya tetapi kedua belah pihak ditemani oleh beberapa temannya masing masing. Suasana bobogohan ditemani dengan lantunan alat musik kecapi yang dibawa pihak laki-laki, disertai dengan obrolan anak muda.

Tahap lamaran, ketika proses perjodohan sudah berlangsung kemudian disepakati untuk melangsungkan pernikahan, maka dilangsungkanlah sebuah upacara lamaran, dengan proses berikut:
                        Proses  Pertama,
                        orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro dengan membawa daun sirih, buah                   pinang dan gambir secukupnya. Dalam proses ini obrolan disertai dengan                                nyeupah, kegiatan mengunyah sirih dan pinang.
                           
                                         Sirih.jpg    gambir.jpg     pinang1.jpg

                        Proses  kedua,
                        Sirih, pinang, dan gambir juga dibawa ke rumah perempuan yang akan                             dilamar, dilakukan pada sore hari pelamaran kali ini dilengkapi dengan                               membawa cincin,  yang biasa kita kenal dengan tunangan.
           
                                  pinang1.jpg  gambir.jpg  Sirih.jpg
                                                                                     cincin.jpg

                        Proses ketiga,
                        Mempersiapkan alat alat rumah tangga, baju pengantin dan seserahan untuk                  pihak perempuan.

                        DULANG.jpg   ASEUPAN.jpg SEENG.jpg

            Setelah semua proses dilalui maka diadakanlah upara pernikahan yang hanya boleh diadakan pada bulan kalima, kanem, katujuh. Penanggalan ini berdasarkan pukikuh, aturan aturan yang sudah digariskan oleh leluhur. Pada prosesi pernikahan mempelai akan mengucapkan kalimat syahadat (seperti ijab kabul), disaksikan oleh Naib sebagai penghulunya. Menurut informasi yang kami dapatkan pencatatan pernikahan oleh KUA tidak berlaku di Baduy, terbentur oleh kepercayaan yang mereka yakini, lain halnya dengan mereka yang tercatat sudah beragama Islam. Seperti yang kita ketahui masyarakat Baduy memeluk kepercayaan Sunda Wiwitan, yang belum diatur secara jelas oleh kementrian terkait. Pencatatan pernikahan dan kematian orang Badui di lakukan oleh  Carik Leuwidamar  - Cakal Girang (pencatatan dilakukan secara sepihak, artinya orang Badui tidak akan mendapat surat kematian maupun buku nikah).  KUA memfasilitasi jika ada orang Badui ingin menikah maka disediakan penghulu.


books_002.jpg

II.                  HUKUM WARIS DI BADUY
Dalam hal hukum waris kami hanya mengetahui pembagian untuk anak laki-laki dan perempuan saja tidak ada pembahasan secara lebih dalam mengenai hak hak anggota keluarga yang lainnya. Pembagian hukum waris pada masyarakat Baduy terbagi rata antara anak perempuan dan anak laki-laki, biaasanya harta yang ditinggalkan berupa rumah, perhiasan, uang dan alat-alat rumah tangga lainnya.
                  http://blog.undanganpro.com/wp-content/uploads/2011/02/gold-jewellery.jpg 

III.                SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT BADUY
Pada masyarakat Baduy sistem kekerabatannya berdasarkan nama dari  ibunya (suku kata) misalnya nama ibunya Sarimin maka nama anak laki-lakinya bisa Saripin, Sarpin¸ atau anak perempuannya Sartin. Dan ada yang unik lagi yaitu cara  panggilan orang Baduy, biasanya dipanggil dengan nama anaknya, contohnya ayah Mursyid karena nama anak laki-lakinya Mursyid jadi ia dipanggil ayah Mursyid nama aslinya adalah Alim.










PRAKATA

Assalammualaikum wr. Wb,
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan Laporan mengenai Sistem Perkawinan, Kekerabatan dan Waris berdasarkan observasi dan tambahan informasi yang kami dapatkan.

Kami sadar bahwa laporan kami masih jauh dari kesempurnaan, maka itu kami mengucapkan terima kasih  kepada dosen pembimbing mata kuliah Kajian Masyarakat Indonesia atas kritik dan saran yang mebantu kami untuk menjadi lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima Kasih.





                                                                                         
Kelompok 3
Sistem Perkawinan, Kekerabatan dan Waris

PRA PERADILAN SECARA UMUM



A.    Penyelidikan dan Penyidikan, Penangkapan dan Penahanan.
 Pengertian
Menurut pasal 1 angka 4 KUHAP
Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh UU ini untuk melakukan penyelidikan Apabila hukum acara pidana dipandang dari sudut pemeriksaan, hal ini dapat dirinci dalam dua bagian, yaitu pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan pertama kali oleh polisi, baik sebagai penyelidik maupun sebagai penyidik, apabila ada dugaan bahwa hukum pidana materil telah dilanggar. Sedangkan pemeriksaan disidang pengadilan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan apakah dugaan bahwa seseorang yang telah melakukan tindak pidana itu dapat dipidana atau tidak. Didalam pemeriksaan pendahuluan, sebelum sampai pada pemeriksaan disidang pengadilan, akan melalui beberapa proses sebagai berikut:

 Proses Penyelidikan dan Penyidikan.
Menurut KUHP diartikan bahwa penyelidakan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidanaguna menentukan dapat atau tidak nya dilakukannya penyelidikan(pasal 1 butir lima kuhap). Dengan demikian fungsi penelidikan dilaksanakan sebelum dilakukan penyidikan, yang bertugas untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang telah terjadi dan bertugas membuat berita acara serta laporannya yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang acara pidana, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menentukan tersangkanya (pasal 1 butir 2 KUHAP) Oleh karena itu, secara kongkrit dapat dikatakan bahwa penyidikan dimulai sesudah
terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan keterangan-keterangan tentang:

a. Tindak apa yang telah dilakukannya
b. Kapan tindak pidana itu dilakukan
c. Dimana tindak pidana itu dilakukan
d. Dengan apa tindak pidana itu dilakukan
e. Bagaimana tindak pidana itu dilakukan
f. Mengapa tindak pidana itu dilakukan
g. Siapa pembuatnya

 Petugas-Petugas Penyelidik dan Penyidik
Menurut pasal 4 penyidik adlah setiap pejabat polisi Negara republic Indonesia. Di dalam tugas penyelidikan mereka mempunyai wewenang- wewenangseperti diatur dalam pasal 5 KUHAPsebagai berikut:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tending adanya tindak pidana
b. Mencari keterangan dan barang bukti
c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri
d. Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab.

Yang termasuk penyidik adalah
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil tertentu, misalnya pejabat bead an cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan, yang melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hokum nya masing-masing. Penyidik sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 6 KUHAP berwenang untuk:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
e. Melakukan pemeriksaan dan peryitaan surat
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalm hubungannya dengan pemeriksaan
i. Mengadakan penghentian penyidikan
j.Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab.(pasal 7 KUHAP).

2.4 Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan
Penyelidikan atua penyidikan merupakan tidakan pertama –tama yang dapat dan harus dilakukan oleh penyelidik atau penyidik jika terjadi atau timbul persangkaan telah terjadi tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan tindak kejhatan atau pelanggaran maka harus diusakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah dilakukan tindak pidana dan jika ia siapakah pembuatnya. Persangkaan atau pengetahuan telah terjadi tindak pidana ini dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dapt digolongkan sebagai berikut:
a. Kedapatan tertangkap tangan (ontdekkeng op heterdaad)
b. Diluar tertangkap tangan

Adapun yang dimaksud dengan tertangkap tangan adalah:
1.      Tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau
2.      Dengan segera sesudah beberap saat tindakan pidana itu dilakukan, atau
3.      Sesaat kemudian diserukan oleh khalayak rami sebagai orang yang melakukannya,atau
Apabila sesat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.(pasal 1 butir 19 kuhap) Sedangkan dalm hal tidak tertangkap , pengetehuan penyelidik atau penyidik tentang telah terjadinya tindak pidana dapat diperoleh dari:
a. Laporan
b. Pengaduan
c. Pengetahuan sendiri oleh penyelidik atau penyidik.



Penangguhan dan Penahanan
Untuk menjaga supaya tersangka atau terdakwa yang ditahan tidak dirugiakan kepentingannya karena tindakan penahanan itu yang mungkin akan berlangsung untuk beberapa waktu, diadakan kemungkinan untuk tersangka atau terdakwa mengajukan permohonan agar penahanannya ditangguhkan.. berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam HIR yang menetapkan bahwa pejabat satu-satunya yang berwenang menangguhakan penahanan ialah hakim, maka menurut KUHAP yang berhak menentukan apakah suatu penahanan perlu ditangguhakan atau tidak ialah penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Penggeledahan Badan dan Rumah
Penggeledahan badan dan penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan dengan surat perintah untuk itu dari yang berwenang. Yang dimaksud dengan penggeledahn badan ialah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badann atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.

 Penyitaan
Yang dimaksud dengan penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan pengadilan. ditangguhakan atau tidak ialah penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

 Penggeledahan Badan dan Rumah
Penggeledahan badan dan penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan dengan surat perintah untuk itu dari yang berwenang. Yang dimaksud dengan penggeledahn badan ialah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badann atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.

 Penyitaan
Yang dimaksud dengan penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan pengadilan.

Disamping itu menurut pasal 39 KUHAP ditentukan bahwa benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana
b. benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya
c. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
d. Benda yang khusus di buat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana.


Pemeriksaan ditempat kejadian
Pemeriksaan ditempat kejadian pada umumnya dilakukan karena delik yang mengakibatkan kematian, kejahatan seksual, pencurian dan perampokan. Dalam hal terjadinya kematian dan kejahatan seksual, sering dipanggil dokter untuk mengadakan pemeriksaan ditempat kejadiaan diatur dalam pasal 7 KUHAP.

Pemeriksaan tersangka
Sebelum penyidik melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang dilakukan suatu tindak pidana, maka penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuaan hokum atau bahwa ia dalam perkara itu wajib didampingi penasehat hokum(pasal 114 KUHAP)

 Pemeriksaan saksi dan ahli
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradialan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.(Petranase. 2000.hal:117) mengenai hal ini, menurut pasal 224 KUHAP yang berbunyi : “ barang siapa dipanggil menururt undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban menurut undang-undang, yang ia sebagai demikian harus melakukan:
a. Dalam perkara pidana dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 9 bulan.
b. Dalam perkara lain, dipidana dengan pidana penjara selam-lamanya 6 bulan.

Penyelesaian dan Penghentian Penyidikan
Menurut H.Ap syarifudin petranase penyidikan itu dianggap selesai ketiaka dinyatakan bahwa:
a. Penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu 7 hari,setelah penuntut umum menerima hasil pendidikan dari penyidik,ada pemberitahuan dari penuntut umum bahwa penyidikan diaanggap selesai. Pemberitahuan tersebut merupakan keharusan atau kewajiban bagi penuntut umum seperti yang diatur dalam pasal 138 ayat 1 KUHAP.
b. Penyidikan diaanggap selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik sebagaimana yang diatur dalam pasal 110 ayat 4 KUHAP


Penangkapan
Pasal 1 angka 20 KUHP menjalaskan mengenai apa yang di maksud dengan penangkapan.
Pasal 1 angka 20 KUHP : “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidik atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menuntut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Dapat disimpulkan bahwa penangkapan dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan atau penuntutan dalam proses penegakkan hukum.
Jenis Penangkapan dalam KUHP :
1.      Penagkapan dengan surat perintah penangkapan
Perintah penangkapan di lakukan terhadap seseorang yang di duga kuat melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permula/awal yang cukup. Maksud nya adalah sebagaimana dimaksud dalam SK kapolri No.Pol.SKEP/041/1982 tanggal 1982 yang menentukan bahwa bukti permulaan yang cukup merupakan keterangan dan data yang terkandung dalam dua dari hal-hal berikut :
-          Laporan polisi.
-          Berita acara pemeriksaan polisi.
-          Laporan hasil penyidikan.
-          Keterangan saksi-saksi ahli atau barang bukti.
Pada prinsip nya  dalam penyidikan tetap menganut asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana di maksudkan dalam 3 huruf C KUHAP. Asas tersebut digunakan untuk melindungi kepentingan dan hak hukum dari si tersangka atau terdakwa dari kesewenang-wenangan para aparat penegak hukum.
Dalam memberikan surat perintah penangkapan, penyidikan harus memperlihatkan surat tugas kepada si tersangka dan dalam surat perintah penangkapan harus memuat identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat dugaan tindak pidana, dan tempat si tersangka di periksa.
Penangkapan hanya dapat dilakukan 1x24 jam atau 1 hari.
Penangkapan terhadap tersangkapelaku pelanggaran tidak akan di lakukan, kecuali jika telah di lakukan pemanggilan secara sah dua kali berturut-turut dan ia tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa alasan yang sah.

2.      Tertangkap tangan ( penangkapan tanpa surat perintah penangkapan)
Pasal 1 angka 19 KUHP menjelaskan,”tertangkap tangan adalah tertangkap nya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak itudi lakukan,atau sesaat kemudian di serukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya di temukan benda yang di duga keras telah di pergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.”
Dalam tertangkap tangan, penangkapan di lakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat.

Dalam pelaksanaan penangkapan tanpa surat perintah, hak-hak tersangka yang perlu di perhatikan sebagai berikut :
-          Untuk kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebihpenasehat hukum,selama masa pemeriksaan.
-          Penasehat hukum dan tersangka berhak untuk saling menghubungi.
Penahanan
Penahanan dalam UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat ditemui pada pasal – pasal antara lain ;
Pasal 1 butir 21 menyebutkan bahwa Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini .
Selanjutnya pada penjelasan dari pasal 1 butir 21 itu ternyata memuat “cukup jelas”, demi kepastian hukum untuk terlaksananya penahanan secara sah haruslah berdasarkan “penetapannya”, yang dimaksud dengan penetapannya menurut hemat penulis pastilah suatu prodak hukum berbentuk penetapan yang dikeluarkan oleh penyidik, penuntut umum atau hakim. Dengan kata lain penahanan terhadap tersangka atau terdakwa baru sah apabila didasarkan pada adanya penetapan dari penyidik, penuntut umum atau oleh hakim. Penetapan Penahanan tersebut haruslah pula disampaikan (ditembuskan ) kepada keluarga yang ditahan. Jadi penahanan yang dilakukan tanpa penetapan dari penegak hukum yang berwenang atau penetapan dikeluarkan oleh penegak hukum yang tidak berwenang adalah tidak sah dan batal demi hukum. Penetapan penahanan yang tidak ditembuskan kepada keluarga yang ditahan juga mengandung masalah hukum.
Secara operasional penahanan itu harus didasari dengan suatu “penetapan” dari yang berwenag melakukan penahanan, aturan ini dapat dibaca pada Petunjuk Teknis yang dikeluarkan oleh Kepolisian R I No.Pol.: JUKNIS/04/II/1982 tentang Penahanan butir 5 huruf a.     Kapan terhadap Tersangak atau Terdakwa dapat dilakukan penahanan diatur secara jelas pada pasa 21 ayat 1 KUHAP :
- Diduga keras melakukan /percobaan melakukan/membantu melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup;
- adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka: akan melarikan diri, merusak atau akan menghilangkan barang bukti dan atau
- akan mengulangi tindak pidana;
- tindak pidana yang dipersangka termasuk rumusan pasal 21 ayat 4 ;
Selanjutnya tentang penahannan itu sendiri dan bagaimana mekanismenya diatur pada pasal 20 s/d pasal 31 KUHAP, jenis-jenis penahanan diatur pada pasal 22 ayat 1 Undang-Undang No.8 tahun 1981: Jenis penahanan dapat berupa : bunyinya persis sama dengan bunyi pasal 1 butir 21 KUHAP.
a. Penahanan rumah tahanan negara;
b. Penahanan rumah;
c. Penahanan kota;
Pasal 22 ayat 1 ini lebih tegas dalam penjelasanya menyatakan : Selama belum ada rumah tahanan negara ditempat yang bersangkutan, penahanan dapat dilakukan di kantor kepolisian negara, dikantor kejaksaan negeri, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa ditempat lain;
Pasal 22 ayat 2 : Penahanan rumah dilaksanakan dirumah tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan;
Pasal 22 ayat 2 inipun dipertegas oleh penjelasannya: Tersangka atau terdakwa hanya boleh keluar rumah atau kota dengan izin dari penyidik, penuntut umum atau hakim yang memberi perintah penahanan.
Pasal 22 ayat 3 : Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempata kediaman tersangka atau teredakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan;
Pasal 22 ayat 4 : Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Pasal 22 ayat 5 : Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan;
Dalam praktek timbul permasalahan dan pertanyaan tentang tersangka yang dalam status mejalani tahanan dirumah tahanan negara tiba-tiba sakit dan harus dirawat dirumah sakit, baik atas dasar dilakukan pembantaran atau tidak. Dengan merujuk pada penjelasan pasal 22 ayat 1 KUHAP diatas menurut hukum, maka status tersangka yang dalam menjalani tahanan dirumah tahanan negara dan karena harus dirawat dirumah sakit, maka statusnya adalah tetap sama dengan status dalam tahanan rumah tahanan negera dan selama masa menjalani perawatan tersebut harus dihitung sebagai penahanan penuh, karenanya harus pula dikurangkan secara penuh dengan lamanya hukuman yang dijatuhkan nantinya;
Pendapat tersebut seiring dengan apa yang dikemukakan oleh ahli hukum acara pidana antara lain : Dr. Andi Hamzah, S.H. dalam bukunya Pengantar Hukum Acara Pidana halaman 139 yang menyatakan :
”…, karena tahanan dirumah sakit itu menurut penjelasan pasal 22 ayat 1 KUHAP tersebut sama dengan rumah tahanan negara”.
Selanjutnya juga ada pendapat ahli yang menyatakan bahwa tidak ada orang atau seseorang yang rela dan menginginkan ditahan atau sakit, makanya yuridis pshychologis ditahan dirumah tahanan negara atau di rumah sakit sama saja tidak enaknya. Dengan kata lain tidak seorang waraspun yang punya inisiatif atau keinginan berada/ditempatkan dirumah tahanan negara atau di rumah sakit.
Tentang kewenangan dan lamanya masing-masing penegak hukum yang berhak untuk melakukan penahanan diatur secara tegas pada pasal 24 s/d 28 KUHAP, dalam setiap pasal itu salalu dibunyikan : …. Setelah waktu ….. belum juga selesai atau diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum . Selanjutnya untuk tidak berhadapan dengan tuduhan telah melakukan pelanggaran HAM seyogyanya aparat penegak hukum (penyidik, jaksa dan hakim) yang diberi kewenangan untuk melakukan upaya paksa (penahanan dan atau penyitaan) oleh KUHAP, perlu bertindak selektif dan yuridis untuk penahanan misalnya dengan bukti yang cukup untuk melakukan penahanan bagi terdakwa, tersangka yang diduga keras akan melanggar ketentuan pasal 21 ayat 1 KUHAP, jika alasan untuk itu tidak cukup kuat, maka upaya paksa tidak perlu dilakukan. Pertanyaannya sekarang adalah dalam praktek terkesan upaya paksa yang bernama penahanan lebih dirasakan sebagai bahan untuk menaikkan bergining position dari pejabat yang berwenang, sehingga setiap kasus pelakukanya harus ditahan.
Bagi masyarakat praktek main tahan inilah yang dirasakan sangat menonjol, sehingga telah mengaburkan “demi kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di Pengadilan dan atas dasar bukti permulaan yang cukup” pelaku kejahatan harus ditahan.
Sehingga akhirnya upaya pakasa itu telah beralih menjadi ajang tawar-menawar dalam rangka “dagang sapi”. Dalam praktek
Praktek main tahan inilah yang akhirnya menimbulakan kesan penahanan tujuannya untuk minta duit, penegak hukum bagaikan pisau bermata dua, penahanan lebih bersifat pelaksaan hukuman (menimpakan derita kepada pelaku) ketimbang demi kepentingan penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan sebagaimana diamanat pasal 21 ayat 1 KUHAP.
Pra Peradilan
Pra Peradilan mempunyai maksud sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Adapun wewengan Praperadilan sangat  terbatas yaitu memutuskan apakah penangkapan atau penahanan sah atau tidak, apakah penghentian penyidikan atau penuntutan sah atau tidak namun tidak disebutkan penyitaan sah atau tidak.
Tugas Praperadilan terdapat dalam Pasal 78 dan berhubungan dengan pasal 77 KUHAP yaitu:
1.      Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan.
2.      Ganti kerugian atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Adalah Praperadilan. Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri yang dibantu oleh seorang panitera.
Acara Praperadilan
1.      Dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang.
2.      Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penengkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang.
3.      Pemeriksaan tersebut dilakukan secara tepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.
4.      Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur.
5.      Putusan Praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan Praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.
6.      Putusan hakim dalam acara pemeriksaan peradilan dalam ketiga hal tersebut di muka harus memuat dengan jelas dan alasannya (Pasal 82 ayat 2 KUHAP).
7.      Putusan hakim memuat:
a.       Jika penangkapan atau penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus membebaskan tersangka.
b.      Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan wajib dilanjutkan.
c.       Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian  dan rehabilitasi yang diberikan sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahn maka dalam putusan dicantumkannya rehabilitasi.
d.      Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.

Ganti kerugian dan rehabilitasi
Ganti kerugian dilakukan apabila diberikan kepada sesorang yang tidak bersalah karena kekeliruan dalam menerapkan hukum acar pidana.
Menurut pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP ganti kerugian serendah-rendahnya Rp.5000 dan setinggi-tingginya Rp. 1.000.000. ada tambahan dalam pasal 95 KUHAP jika terjadi kekeliruan yang menyebabkan yang bersangkutan cacat atau sakit maka ganti kerugian sebesar-besarnya Rp. 3.000.000. 

Rehabilitasi
Adalah hak seseorang memperoleh pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan atau dituntut ataupundiadili karena kekeliruan.

Ganti kerugian atau rehabilitasi dilakukan jika terjadi kekeliruan dalam proses hukum pidana.