A. Penyelidikan
dan Penyidikan, Penangkapan dan Penahanan.
Pengertian
Menurut pasal 1 angka 4 KUHAP
Penyelidik
adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
UU ini untuk melakukan penyelidikan Apabila hukum acara pidana dipandang dari
sudut pemeriksaan, hal ini dapat dirinci dalam dua bagian, yaitu pemeriksaan
pendahuluan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Pemeriksaan
pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan pertama kali oleh polisi, baik
sebagai penyelidik maupun sebagai penyidik, apabila ada dugaan bahwa hukum
pidana materil telah dilanggar. Sedangkan pemeriksaan disidang pengadilan
adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan apakah dugaan bahwa
seseorang yang telah melakukan tindak pidana itu dapat dipidana atau tidak.
Didalam pemeriksaan pendahuluan, sebelum sampai pada pemeriksaan disidang
pengadilan, akan melalui beberapa proses sebagai berikut:
Proses Penyelidikan
dan Penyidikan.
Menurut
KUHP diartikan bahwa penyelidakan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidanaguna menentukan
dapat atau tidak nya dilakukannya penyelidikan(pasal 1 butir lima kuhap).
Dengan demikian fungsi penelidikan dilaksanakan sebelum dilakukan penyidikan,
yang bertugas untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang telah terjadi
dan bertugas membuat berita acara serta laporannya yang nantinya merupakan
dasar permulaan penyidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang acara pidana, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menentukan
tersangkanya (pasal 1 butir 2 KUHAP) Oleh karena itu, secara kongkrit dapat
dikatakan bahwa penyidikan dimulai sesudah
terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan
keterangan-keterangan tentang:
a. Tindak apa yang telah dilakukannya
b. Kapan tindak pidana itu dilakukan
c. Dimana tindak pidana itu dilakukan
d. Dengan apa tindak pidana itu dilakukan
e. Bagaimana tindak pidana itu dilakukan
f. Mengapa tindak pidana itu dilakukan
g. Siapa pembuatnya
Petugas-Petugas
Penyelidik dan Penyidik
Menurut
pasal 4 penyidik adlah setiap pejabat polisi Negara republic Indonesia. Di
dalam tugas penyelidikan mereka mempunyai wewenang- wewenangseperti diatur
dalam pasal 5 KUHAPsebagai berikut:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tending
adanya tindak pidana
b. Mencari keterangan dan barang bukti
c. Menyuruh berhenti seseorang yang
dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri
d. Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung
jawab.
Yang termasuk penyidik adalah
a. Pejabat polisi Negara Republik
Indonesia pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang.
b. Pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Yang dimaksud dengan
penyidik pegawai negeri sipil tertentu, misalnya pejabat bead an cukai, pejabat
imigrasi dan pejabat kehutanan, yang melakukan tugas penyidikan sesuai dengan
wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hokum nya
masing-masing. Penyidik sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 6 KUHAP
berwenang untuk:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana
b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal dari tersangka
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan
e. Melakukan pemeriksaan dan peryitaan surat
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalm hubungannya
dengan pemeriksaan
i. Mengadakan penghentian penyidikan
j.Mengadakan tindakan lain menurut
hokum yang bertanggung jawab.(pasal 7 KUHAP).
2.4 Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan
Penyelidikan
atua penyidikan merupakan tidakan pertama –tama yang dapat dan harus dilakukan
oleh penyelidik atau penyidik jika terjadi atau timbul persangkaan telah
terjadi tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan tindak kejhatan
atau pelanggaran maka harus diusakan apakah hal tersebut sesuai dengan
kenyataan, benarkah telah dilakukan tindak pidana dan jika ia siapakah
pembuatnya. Persangkaan atau pengetahuan telah terjadi tindak pidana ini dapat
diperoleh dari berbagai sumber yang dapt digolongkan sebagai berikut:
a. Kedapatan tertangkap tangan (ontdekkeng op heterdaad)
b. Diluar tertangkap tangan
Adapun
yang dimaksud dengan tertangkap tangan adalah:
1. Tertangkapnya seorang pada waktu
sedang melakukan tindak pidana, atau
2. Dengan segera sesudah beberap saat
tindakan pidana itu dilakukan, atau
3. Sesaat kemudian diserukan oleh
khalayak rami sebagai orang yang melakukannya,atau
Apabila
sesat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya
atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.(pasal 1 butir
19 kuhap) Sedangkan dalm hal tidak tertangkap , pengetehuan penyelidik atau
penyidik tentang telah terjadinya tindak pidana dapat diperoleh dari:
a. Laporan
b. Pengaduan
c. Pengetahuan sendiri oleh penyelidik atau penyidik.
Penangguhan dan Penahanan
Untuk
menjaga supaya tersangka atau terdakwa yang ditahan tidak dirugiakan
kepentingannya karena tindakan penahanan itu yang mungkin akan berlangsung
untuk beberapa waktu, diadakan kemungkinan untuk tersangka atau terdakwa
mengajukan permohonan agar penahanannya ditangguhkan.. berbeda dengan ketentuan
yang diatur dalam HIR yang menetapkan bahwa pejabat satu-satunya yang berwenang
menangguhakan penahanan ialah hakim, maka menurut KUHAP yang berhak menentukan
apakah suatu penahanan perlu ditangguhakan atau tidak ialah penyidik atau
penuntut umum atau hakim sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Penggeledahan Badan dan Rumah
Penggeledahan
badan dan penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan
penyidikan dan dengan surat perintah untuk itu dari yang berwenang. Yang
dimaksud dengan penggeledahn badan ialah tindakan penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badann atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras
ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.
Penyitaan
Yang
dimaksud dengan penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil
alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak
bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan, dan pengadilan. ditangguhakan atau tidak ialah penyidik atau
penuntut umum atau hakim sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Penggeledahan Badan
dan Rumah
Penggeledahan
badan dan penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan
penyidikan dan dengan surat perintah untuk itu dari yang berwenang. Yang
dimaksud dengan penggeledahn badan ialah tindakan penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badann atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras
ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.
Penyitaan
Yang
dimaksud dengan penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil
alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak
bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penuntutan, dan pengadilan.
Disamping itu menurut pasal 39 KUHAP
ditentukan bahwa benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a. benda atau tagihan tersangka atau
terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau
sebagai hasil dari tindak pidana
b. benda yang telah digunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya
c. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
d. Benda yang khusus di buat atau diperuntukkan melakukan
tindak pidana
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana.
Pemeriksaan ditempat kejadian
Pemeriksaan
ditempat kejadian pada umumnya dilakukan karena delik yang mengakibatkan
kematian, kejahatan seksual, pencurian dan perampokan. Dalam hal terjadinya
kematian dan kejahatan seksual, sering dipanggil dokter untuk mengadakan
pemeriksaan ditempat kejadiaan diatur dalam pasal 7 KUHAP.
Pemeriksaan tersangka
Sebelum
penyidik melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang dilakukan suatu tindak
pidana, maka penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk
mendapatkan bantuaan hokum atau bahwa ia dalam perkara itu wajib didampingi
penasehat hokum(pasal 114 KUHAP)
Pemeriksaan saksi dan
ahli
Saksi
adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan peradialan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri,
ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.(Petranase. 2000.hal:117) mengenai hal
ini, menurut pasal 224 KUHAP yang berbunyi : “ barang siapa dipanggil menururt
undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa dengan sengaja tidak
melakukan suatu kewajiban menurut undang-undang, yang ia sebagai demikian harus
melakukan:
a. Dalam perkara pidana dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 9 bulan.
b. Dalam perkara lain, dipidana dengan pidana penjara
selam-lamanya 6 bulan.
Penyelesaian dan Penghentian Penyidikan
Menurut
H.Ap syarifudin petranase penyidikan itu dianggap selesai ketiaka dinyatakan
bahwa:
a. Penyidikan dianggap selesai
apabila dalam waktu 7 hari,setelah penuntut umum menerima hasil pendidikan dari
penyidik,ada pemberitahuan dari penuntut umum bahwa penyidikan diaanggap
selesai. Pemberitahuan tersebut merupakan keharusan atau kewajiban bagi penuntut
umum seperti yang diatur dalam pasal 138 ayat 1 KUHAP.
b. Penyidikan diaanggap selesai
apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara
itu kepada penyidik sebagaimana yang diatur dalam pasal 110 ayat 4 KUHAP
Penangkapan
Pasal 1 angka 20 KUHP menjalaskan
mengenai apa yang di maksud dengan penangkapan.
Pasal 1 angka 20 KUHP :
“Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidik atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menuntut cara yang
diatur dalam undang-undang ini.”
Dapat disimpulkan bahwa penangkapan
dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan atau penuntutan dalam proses
penegakkan hukum.
Jenis Penangkapan dalam KUHP :
1. Penagkapan
dengan surat perintah penangkapan
Perintah
penangkapan di lakukan terhadap seseorang yang di duga kuat melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permula/awal yang cukup. Maksud nya adalah sebagaimana
dimaksud dalam SK kapolri No.Pol.SKEP/041/1982 tanggal 1982 yang menentukan
bahwa bukti permulaan yang cukup merupakan keterangan dan data yang terkandung
dalam dua dari hal-hal berikut :
-
Laporan polisi.
-
Berita acara
pemeriksaan polisi.
-
Laporan hasil
penyidikan.
-
Keterangan saksi-saksi
ahli atau barang bukti.
Pada prinsip nya dalam penyidikan tetap menganut asas praduga
tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana di maksudkan dalam 3 huruf
C KUHAP. Asas tersebut digunakan untuk melindungi kepentingan dan hak hukum
dari si tersangka atau terdakwa dari kesewenang-wenangan para aparat penegak
hukum.
Dalam memberikan surat perintah
penangkapan, penyidikan harus memperlihatkan surat tugas kepada si tersangka
dan dalam surat perintah penangkapan harus memuat identitas tersangka, alasan
penangkapan, uraian singkat dugaan tindak pidana, dan tempat si tersangka di
periksa.
Penangkapan hanya dapat dilakukan
1x24 jam atau 1 hari.
Penangkapan terhadap
tersangkapelaku pelanggaran tidak akan di lakukan, kecuali jika telah di
lakukan pemanggilan secara sah dua kali berturut-turut dan ia tidak memenuhi
panggilan tersebut tanpa alasan yang sah.
2. Tertangkap
tangan ( penangkapan tanpa surat perintah penangkapan)
Pasal
1 angka 19 KUHP menjelaskan,”tertangkap tangan adalah tertangkap nya seorang
pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa
saat tindak itudi lakukan,atau sesaat kemudian di serukan oleh khalayak ramai
sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya di
temukan benda yang di duga keras telah di pergunakan untuk melakukan tindak
pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau
membantu melakukan tindak pidana itu.”
Dalam
tertangkap tangan, penangkapan di lakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan
bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang
ada kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat.
Dalam
pelaksanaan penangkapan tanpa surat perintah, hak-hak tersangka yang perlu di
perhatikan sebagai berikut :
-
Untuk kepentingan
pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari
seorang atau lebihpenasehat hukum,selama masa pemeriksaan.
-
Penasehat hukum dan
tersangka berhak untuk saling menghubungi.
Penahanan
Penahanan dalam UU No. 8 Tahun 1981
Tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat ditemui pada
pasal – pasal antara lain ;
Pasal 1 butir 21 menyebutkan bahwa
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh
penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini .
Selanjutnya pada penjelasan dari
pasal 1 butir 21 itu ternyata memuat “cukup jelas”, demi kepastian hukum untuk
terlaksananya penahanan secara sah haruslah berdasarkan “penetapannya”, yang
dimaksud dengan penetapannya menurut hemat penulis pastilah suatu prodak hukum
berbentuk penetapan yang dikeluarkan oleh penyidik, penuntut umum atau hakim.
Dengan kata lain penahanan terhadap tersangka atau terdakwa baru sah apabila
didasarkan pada adanya penetapan dari penyidik, penuntut umum atau oleh hakim.
Penetapan Penahanan tersebut haruslah pula disampaikan (ditembuskan ) kepada
keluarga yang ditahan. Jadi penahanan yang dilakukan tanpa penetapan dari
penegak hukum yang berwenang atau penetapan dikeluarkan oleh penegak hukum yang
tidak berwenang adalah tidak sah dan batal demi hukum. Penetapan penahanan yang
tidak ditembuskan kepada keluarga yang ditahan juga mengandung masalah hukum.
Secara operasional penahanan itu
harus didasari dengan suatu “penetapan” dari yang berwenag melakukan penahanan,
aturan ini dapat dibaca pada Petunjuk Teknis yang dikeluarkan oleh Kepolisian R
I No.Pol.: JUKNIS/04/II/1982 tentang Penahanan butir 5 huruf a. Kapan terhadap Tersangak atau Terdakwa dapat
dilakukan penahanan diatur secara jelas pada pasa 21 ayat 1 KUHAP :
- Diduga keras melakukan /percobaan
melakukan/membantu melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup;
- adanya keadaan yang menimbulkan
kekhawatiran bahwa tersangka: akan melarikan diri, merusak atau akan
menghilangkan barang bukti dan atau
- akan mengulangi tindak pidana;
- tindak pidana yang dipersangka termasuk rumusan
pasal 21 ayat 4 ;
Selanjutnya tentang penahannan itu
sendiri dan bagaimana mekanismenya diatur pada pasal 20 s/d pasal 31 KUHAP,
jenis-jenis penahanan diatur pada pasal 22 ayat 1 Undang-Undang No.8 tahun
1981: Jenis penahanan dapat berupa : bunyinya persis sama dengan bunyi pasal 1
butir 21 KUHAP.
a. Penahanan rumah tahanan negara;
b. Penahanan rumah;
c. Penahanan kota;
Pasal 22 ayat 1 ini lebih tegas
dalam penjelasanya menyatakan : Selama belum ada rumah tahanan negara ditempat
yang bersangkutan, penahanan dapat dilakukan di kantor kepolisian negara,
dikantor kejaksaan negeri, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam
keadaan yang memaksa ditempat lain;
Pasal 22 ayat 2 : Penahanan rumah
dilaksanakan dirumah tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan
mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang
pengadilan;
Pasal 22 ayat 2 inipun dipertegas
oleh penjelasannya: Tersangka atau terdakwa hanya boleh keluar rumah atau kota
dengan izin dari penyidik, penuntut umum atau hakim yang memberi perintah
penahanan.
Pasal 22 ayat 3 : Penahanan kota
dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempata kediaman tersangka atau
teredakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada
waktu yang ditentukan;
Pasal 22 ayat 4 : Masa penangkapan
dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Pasal 22 ayat 5 : Untuk penahanan
kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan
sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan;
Dalam praktek timbul permasalahan
dan pertanyaan tentang tersangka yang dalam status mejalani tahanan dirumah
tahanan negara tiba-tiba sakit dan harus dirawat dirumah sakit, baik atas dasar
dilakukan pembantaran atau tidak. Dengan merujuk pada penjelasan pasal 22 ayat
1 KUHAP diatas menurut hukum, maka status tersangka yang dalam menjalani
tahanan dirumah tahanan negara dan karena harus dirawat dirumah sakit, maka
statusnya adalah tetap sama dengan status dalam tahanan rumah tahanan negera
dan selama masa menjalani perawatan tersebut harus dihitung sebagai penahanan
penuh, karenanya harus pula dikurangkan secara penuh dengan lamanya hukuman
yang dijatuhkan nantinya;
Pendapat tersebut seiring dengan
apa yang dikemukakan oleh ahli hukum acara pidana antara lain : Dr. Andi
Hamzah, S.H. dalam bukunya Pengantar Hukum Acara Pidana halaman 139 yang
menyatakan :
”…, karena tahanan dirumah sakit
itu menurut penjelasan pasal 22 ayat 1 KUHAP tersebut sama dengan rumah tahanan
negara”.
Selanjutnya juga ada pendapat ahli
yang menyatakan bahwa tidak ada orang atau seseorang yang rela dan menginginkan
ditahan atau sakit, makanya yuridis pshychologis ditahan dirumah tahanan negara
atau di rumah sakit sama saja tidak enaknya. Dengan kata lain tidak seorang
waraspun yang punya inisiatif atau keinginan berada/ditempatkan dirumah tahanan
negara atau di rumah sakit.
Tentang kewenangan dan lamanya
masing-masing penegak hukum yang berhak untuk melakukan penahanan diatur secara
tegas pada pasal 24 s/d 28 KUHAP, dalam setiap pasal itu salalu dibunyikan : ….
Setelah waktu ….. belum juga selesai atau diputus, terdakwa harus sudah
dikeluarkan dari tahanan demi hukum . Selanjutnya untuk tidak berhadapan dengan
tuduhan telah melakukan pelanggaran HAM seyogyanya aparat penegak hukum (penyidik,
jaksa dan hakim) yang diberi kewenangan untuk melakukan upaya paksa (penahanan
dan atau penyitaan) oleh KUHAP, perlu bertindak selektif dan yuridis untuk
penahanan misalnya dengan bukti yang cukup untuk melakukan penahanan bagi
terdakwa, tersangka yang diduga keras akan melanggar ketentuan pasal 21 ayat 1
KUHAP, jika alasan untuk itu tidak cukup kuat, maka upaya paksa tidak perlu
dilakukan. Pertanyaannya sekarang adalah dalam praktek terkesan upaya paksa
yang bernama penahanan lebih dirasakan sebagai bahan untuk menaikkan bergining
position dari pejabat yang berwenang, sehingga setiap kasus pelakukanya harus
ditahan.
Bagi masyarakat praktek main tahan
inilah yang dirasakan sangat menonjol, sehingga telah mengaburkan “demi
kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di Pengadilan dan atas dasar
bukti permulaan yang cukup” pelaku kejahatan harus ditahan.
Sehingga akhirnya upaya pakasa itu
telah beralih menjadi ajang tawar-menawar dalam rangka “dagang sapi”. Dalam
praktek
Praktek main tahan inilah yang
akhirnya menimbulakan kesan penahanan tujuannya untuk minta duit, penegak hukum
bagaikan pisau bermata dua, penahanan lebih bersifat pelaksaan hukuman
(menimpakan derita kepada pelaku) ketimbang demi kepentingan penyidikan,
penuntutan atau pemeriksaan sebagaimana diamanat pasal 21 ayat 1 KUHAP.
Pra
Peradilan
Pra
Peradilan mempunyai maksud sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Adapun
wewengan Praperadilan sangat terbatas
yaitu memutuskan apakah penangkapan atau penahanan sah atau tidak, apakah penghentian
penyidikan atau penuntutan sah atau tidak namun tidak disebutkan penyitaan sah
atau tidak.
Tugas
Praperadilan terdapat dalam Pasal 78 dan berhubungan dengan pasal 77 KUHAP
yaitu:
1. Sah
atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian
penuntutan.
2. Ganti
kerugian atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada
tingkat penyidikan atau penuntutan. Adalah Praperadilan. Praperadilan dipimpin
oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri yang dibantu oleh
seorang panitera.
Acara
Praperadilan
1. Dalam
waktu 3 hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan
hari sidang.
2. Memeriksa
dan memutus sah atau tidaknya penengkapan atau penahanan, sah atau tidaknya
penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau
rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya
penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak
termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik tersangka atau
pemohon maupun dari pejabat yang berwenang.
3. Pemeriksaan
tersebut dilakukan secara tepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus
sudah menjatuhkan putusannya.
4. Dalam
hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan
pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai maka
permintaan tersebut gugur.
5. Putusan
Praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan
pemeriksaan Praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika
untuk itu diajukan permintaan baru.
6. Putusan
hakim dalam acara pemeriksaan peradilan dalam ketiga hal tersebut di muka harus
memuat dengan jelas dan alasannya (Pasal 82 ayat 2 KUHAP).
7. Putusan
hakim memuat:
a. Jika
penangkapan atau penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum
pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus membebaskan tersangka.
b. Dalam
hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan
tidak sah, penyidikan atau penuntutan wajib dilanjutkan.
c. Dalam
hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka
dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan sedangkan
dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya
tidak ditahn maka dalam putusan dicantumkannya rehabilitasi.
d. Dalam
hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat
pembuktian maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera
dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.
Ganti kerugian dan rehabilitasi
Ganti kerugian dilakukan apabila
diberikan kepada sesorang yang tidak bersalah karena kekeliruan dalam
menerapkan hukum acar pidana.
Menurut pasal 77 huruf b dan pasal
95 KUHAP ganti kerugian serendah-rendahnya Rp.5000 dan setinggi-tingginya Rp.
1.000.000. ada tambahan dalam pasal 95 KUHAP jika terjadi kekeliruan yang
menyebabkan yang bersangkutan cacat atau sakit maka ganti kerugian
sebesar-besarnya Rp. 3.000.000.
Rehabilitasi
Adalah hak seseorang memperoleh
pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan harkat serta martabatnya yang
diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap,
ditahan atau dituntut ataupundiadili karena kekeliruan.
Ganti kerugian atau rehabilitasi
dilakukan jika terjadi kekeliruan dalam proses hukum pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar