Dari
hasil observasi yang kami lakukan pada tanggal 22 Maret 2011, yang bertempat di
dua lokasi yaitu Kampung Balimbing yang lebih dikenal dengan Baduy Luar dan Baduy
Dalam di kampong Cibeo, kami mendapatkan beberapa informasi mengenai Sistem
Perkawinan, Kekeluargaan dan Sistem Waris. Semua sistem yang berada di desa
tersebut berdasarkan pada “pikukuh” sebuah aturan yang sudah digariskan oleh
leluhur masyarakat Baduy. “pikukuh”
merupakan prinsip masyarakat Baduy dalam menjalankan segala segi kehidupannya.
Aturan tersebut mengatur mana yang boleh dan tidak boleh, peraturan ini juga
syarat akan penangalan penangaln suatu kegiatan dalam hitungan bulan tertentu,
termasuk aturan penyelenggaraan perkawinan yaitu pada bulan kalima, kanem dan
katuju.
Pada
dasarnya sistem pemilihan jodoh sebenarnya merupakan wewenang para orang tua,
dalam artian pasangan yang menikah di Baduy berdasarkan sistem penjodohan,
tetapi menurut pak Sarpin sistem ini sudah mulai luntur, kebanyakan para calon
pengantin memilih sendiri pasangannya. Perkawinan di Baduy menganut sistem
Endogami, yakni perkawinan yang hanya diperkenankan berlangsung dalam satu
lingkup sistem social, walaupun ada pengecualian harus melalui upacara
pengesahan adat. Masyarakat Baduy tidak mengenal perceraian dan poligami,
mereka hanya diperbolehkan menikah kembali jika pasangannya meninggal.
a. Tata
cara perkawinan di Baduy
Diawali dengan pemilihan
calon oleh orang tua kedua belah pihak, lalu orang tua laki-laki akan
bersilaturahmi ke pihak calon perempuan, pada proses ini masing masing pihak
akan saling memperkenalkan keluarga dan calonnya. Setelah tahap pengenalan
dilakukan maka beranjut ke tahap berikutnya.
Tahap pengenalan jodoh
atau “bobogohan.” Pengetahuan tentang
pasangannya merupakan hal yang termasuk penting dalam proses menuju perkawinan.
Bobogohan dilakukan oleh calon
pengantin. Biasanya pada malam hari calon pengantin pria berkunjung ke calon perempuannya
tetapi kedua belah pihak ditemani oleh beberapa temannya masing masing. Suasana
bobogohan ditemani dengan lantunan alat musik kecapi yang dibawa pihak
laki-laki, disertai dengan obrolan anak muda.
Tahap lamaran, ketika proses
perjodohan sudah berlangsung kemudian disepakati untuk melangsungkan
pernikahan, maka dilangsungkanlah sebuah upacara lamaran, dengan proses
berikut:
Proses Pertama,
orang
tua laki-laki harus melapor ke Jaro dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya.
Dalam proses ini obrolan disertai dengan nyeupah, kegiatan mengunyah sirih dan
pinang.



Proses
kedua,
Sirih,
pinang, dan gambir juga dibawa ke rumah perempuan yang akan dilamar, dilakukan
pada sore hari pelamaran kali ini dilengkapi dengan membawa cincin, yang biasa kita kenal dengan tunangan.






Proses ketiga,
Mempersiapkan
alat alat rumah tangga, baju pengantin dan seserahan untuk pihak
perempuan.



Setelah semua
proses dilalui maka diadakanlah upara pernikahan yang hanya boleh diadakan pada
bulan kalima, kanem, katujuh. Penanggalan ini berdasarkan pukikuh, aturan aturan yang sudah digariskan oleh leluhur. Pada
prosesi pernikahan mempelai akan mengucapkan kalimat syahadat (seperti ijab
kabul), disaksikan oleh Naib sebagai penghulunya. Menurut informasi yang kami
dapatkan pencatatan pernikahan oleh KUA tidak berlaku di Baduy, terbentur oleh
kepercayaan yang mereka yakini, lain halnya dengan mereka yang tercatat sudah
beragama Islam. Seperti yang kita ketahui masyarakat Baduy memeluk kepercayaan
Sunda Wiwitan, yang belum diatur secara jelas oleh kementrian terkait.
Pencatatan pernikahan dan kematian orang Badui di lakukan oleh Carik Leuwidamar - Cakal Girang (pencatatan dilakukan secara
sepihak, artinya orang Badui tidak akan mendapat surat kematian maupun buku
nikah). KUA memfasilitasi jika ada orang
Badui ingin menikah maka disediakan penghulu.

II.
HUKUM WARIS DI BADUY
Dalam hal hukum waris
kami hanya mengetahui pembagian untuk anak laki-laki dan perempuan saja tidak
ada pembahasan secara lebih dalam mengenai hak hak anggota keluarga yang
lainnya. Pembagian hukum waris pada masyarakat Baduy terbagi rata antara anak
perempuan dan anak laki-laki, biaasanya harta yang ditinggalkan berupa rumah, perhiasan,
uang dan alat-alat rumah tangga lainnya.


III.
SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT BADUY
Pada masyarakat Baduy
sistem kekerabatannya berdasarkan nama dari
ibunya (suku kata) misalnya nama ibunya Sarimin maka nama anak laki-lakinya
bisa Saripin, Sarpin¸ atau anak perempuannya Sartin. Dan ada yang unik lagi yaitu
cara panggilan orang Baduy, biasanya
dipanggil dengan nama anaknya, contohnya ayah Mursyid karena nama anak laki-lakinya
Mursyid jadi ia dipanggil ayah Mursyid nama aslinya adalah Alim.
PRAKATA
Assalammualaikum wr. Wb,
Puji syukur kami
panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat
menyelesaikan Laporan mengenai Sistem Perkawinan, Kekerabatan dan Waris
berdasarkan observasi dan tambahan informasi yang kami dapatkan.
Kami sadar bahwa laporan
kami masih jauh dari kesempurnaan, maka itu kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Kajian
Masyarakat Indonesia atas kritik dan saran yang mebantu kami untuk menjadi
lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima Kasih.
Kelompok
3
Sistem
Perkawinan, Kekerabatan dan Waris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar